Tingkat produksi kopi Sumatera Selatan pada tahun 2022 mencapai 26,72% dari total produksi kopi nasional. Angka tersebut menunjukkan bahwa lebih dari seperempat kopi yang dihasilkan di Indonesia berasal dari provinsi tersebut. Dalam angka tonase, produksi kopi dari Sumatera Selatan mencapai lebih dari 212,4 ribu ton, yang berasal dari wilayah sepanjang garis Bukit Barisan dari Ogan Komering Ulu Selatan hingga Pagaralam.
Provinsi Sumatera Selatan telah mempertahankan peringkat nomor satu dalam produksi kopi nasional selama lebih dari lima tahun berturut-turut. Bahkan pada tahun yang sama, provinsi ini juga memiliki lahan kopi terluas di Indonesia, mencapai lebih dari 267 ribu hektar.
Meskipun menjadi produsen utama kopi di Indonesia, merek kopi Sumatera Selatan kurang dikenal secara luas di dalam negeri. Popularitasnya jauh di bawah kopi dari provinsi lain yang telah mendapat pengakuan internasional, seperti kopi Gayo, kopi Kintamani, kopi Flores, dan bahkan lebih rendah dibandingkan kopi Lampung, provinsi tetangga. Hal ini menunjukkan bahwa identitas dan popularitas kopi Sumatera Selatan tidak sejajar dengan prestasi produksi kopi yang dimilikinya.
Kondisi ini menghadirkan dilema bagi Sumatera Selatan. Tidak hanya sulit bersaing di pasar global sebagai eksportir kopi dengan permintaan yang semakin kompetitif, bahkan di pasar domestik, kopi Sumatera Selatan tidak menjadi pilihan utama bagi pelaku bisnis maupun penikmat kopi. Situasi ini juga berdampak buruk terhadap kesejahteraan petani kopi di daerah tersebut yang belum mengalami perbaikan yang signifikan.
Anomali terjadi dalam industri kopi Sumatera Selatan. Performa kopi yang diproduksi dalam jumlah besar ini sulit untuk masuk ke dalam kategori kopi spesial. Pertanyaannya, sejauh mana para pemangku kepentingan menyadari situasi ini, dan langkah konkret seperti apa yang diambil oleh para pemegang kebijakan untuk menemukan solusi atas permasalahan yang dihadapi oleh salah satu komoditas unggulan dari Sumatera Selatan ini?
Kopi yang seharusnya nikmat malah terasa getir, karena Sumatera Selatan yang diakui sebagai “juara kopi” justru tidak mendapatkan pengakuan yang layak dan hanya dianggap sebagai kopi yang biasa, tanpa perhatian khusus terhadap kualitasnya.
Kopi Yang Paling Banyak Di Konsumsi
Kopi menduduki peringkat pertama sebagai minuman yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia. Konsumsi kopi global mencapai 168,26 juta kantong berukuran 60 kilogram pada tahun 2022, dan diprediksi akan terus meningkat. Indonesia tergolong sebagai salah satu pemain utama dalam industri kopi di dunia, menjadi negara produsen kopi terbesar ketiga dan konsumen terbesar kelima di dunia.
Pada tahun 2022, Indonesia memperkuat posisinya sebagai produsen kopi terbesar ke-3 di dunia setelah Brazil dan Vietnam. Data dari United States Department of Agriculture (USDA) mencatat bahwa produksi kopi Indonesia mencapai 11,85 juta kantong, terdiri dari kopi arabika sebanyak 1,3 juta kantong dan kopi robusta sebanyak 10,5 juta kantong. Dalam tonase, produksi kopi Indonesia mencapai 794,8 ribu ton pada tahun tersebut.
Di dalam negeri, konsumsi kopi juga cukup tinggi. Indonesia memiliki sejarah dan tradisi sendiri terkait dengan menikmati kopi. Dengan bertambahnya jumlah kafe modern yang menawarkan berbagai jenis kopi dengan pendekatan terkini, permintaan dan konsumsi kopi di dalam negeri terus meningkat dari waktu ke waktu. Menurut International Coffee Organization (ICO), konsumsi kopi di Indonesia mencapai 5 juta kantong berukuran 60 kilogram pada tahun 2021. Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 4,04% dibandingkan dengan periode sebelumnya, dianggap sebagai tingkat konsumsi tertinggi dalam satu dekade terakhir.
Selain dikonsumsi di dalam negeri, kopi Indonesia juga diekspor ke pasar internasional. Pada tahun 2022, volume ekspor mencapai lebih dari 50% dari total produksi. Pertumbuhan ekspor kopi pada tahun tersebut meningkat sebesar total ekspor kopi Indonesia mencapai US$ 1,14 miliar dengan volume 433,780 ton pada 2022. Nilai ekspor ini mengalami peningkatan sebesar 35,71% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai US$ 842,52 juta dengan volume 380,173 ton.
Beberapa varian kopi asli Indonesia dikenal di dunia sebagai kopi spesial dengan merek premium, yang terus mengalami peningkatan permintaan dan harga. Contohnya kopi Gayo, kopi Kintamani, kopi Flores, kopi Toraja, kopi Sidikalang, bahkan kopi luwak, semuanya masuk dalam jajaran kopi premium yang dikenal dunia. Hal ini memberikan nilai tambah bagi berbagai varian kopi Indonesia dalam meningkatkan popularitasnya dan meraih pangsa pasar kopi global.
Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa ini adalah momentum penting dalam industri kopi Indonesia yang menandai titik krusial menuju kejayaan. Kemungkinan besar, di masa depan, kopi Indonesia dapat menjadi pemimpin pasar dunia dalam hal ini. Khususnya bagi para petani kopi, hal ini dapat menjadi peluang untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan mereka. Karena lebih dari 98,14% produksi kopi nasional berasal dari perkebunan rakyat (PR), pertumbuhan industri kopi diharapkan dapat langsung berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
Provinsi Sumatera Selatan telah secara konsisten menduduki peringkat sebagai produsen kopi terbesar di Indonesia selama setidaknya lima tahun terakhir. Ada 12 dari 17 kabupaten/kota di provinsi ini yang menjadi sentra produksi kopi terbesar pada tahun 2022, dengan lima terbesar di antaranya: Oku Selatan (62.399 ton dari luas lahan 89.260 hektar), Empat Lawang (54.000 ton; 62.138 hektar), Muara Enim (27.652 ton; 23.102 hektar), Lahat (22.010 ton; 54.441 hektar), dan Pagaralam (16.375 ton; 8.151 hektar).
Industri kopi ini telah menyerap tenaga kerja hampir mencapai 200 ribu Kepala Keluarga pada tahun 2022, menandakan bahwa komoditas kopi termasuk salah satu komoditas unggulan di Sumatera Selatan. Meskipun demikian, sektor ini seharusnya mendapatkan perhatian yang lebih serius dari para pemangku kebijakan, mengingat posisi unggul dalam produksi tidak sebanding dengan tingkat kesejahteraan petani. Selain itu, popularitasnya yang minim dalam branding kopi nasional juga menjadi masalah.
Kopi-kopi premium seperti kopi Semendo, kopi Dempo, kopi Lintang belum mampu bersaing dalam kancah nasional, apalagi global, jika dibandingkan dengan merek-merek kopi dari provinsi lain. Kopi Sumatera Selatan masih dikelola secara tradisional dan kurangnya dukungan infrastruktur hilirisasi juga menjadi hambatan. Ini diduga menjadi salah satu faktor utama yang mencegah kopi Sumatera Selatan naik kelas.
Kopi Sumatera Selatan Di Nilai Belum Memiliki Identitas
Kopi Sumatera Selatan juga dinilai kurang memiliki identitas asli karena sebagian besar produksi kopi dijual melalui tengkulak dan digunakan untuk kopi industri, sehingga kualitas dan harga kopi menjadi rendah. Dilihat dari data ekspor, meskipun produksi kopi di Sumatera Selatan melimpah, tingkat ekspornya kurang dari 1%, yang berarti tidak memberikan devisa yang signifikan bagi provinsi tersebut.
Banyak yang menduga bahwa hasil kopi Sumatera Selatan dikirim ke Lampung untuk di-rebranding dan dijual di sana, memberikan Pemasukan Asli Daerah bagi Lampung. Sebagian besar pengepul kopi yang beroperasi di pasar Sumatera Selatan memilih untuk “melempar” hasil kopi ke Lampung. Namun, pertanyaan mengapa petani memilih Lampung daripada Sumatera Selatan sendiri harus dijawab, agar dapat ditemukan solusi yang menguntungkan bagi semua pihak.
Perhatian Khusus Untuk Kopi di Sumatera Selatan
Kopi di Sumatera Selatan memerlukan perhatian khusus dari berbagai pihak terutama stakeholder terkait. Meskipun lebih dari 90 persen lahan kopi dimiliki oleh perkebunan rakyat, namun peran lembaga terkait di kedua ujung proses produksi belum sepenuhnya terasa. Diperlukan perhatian serius dari semua pihak terkait dalam perkebunan kopi untuk mengevaluasi masalah yang ada dalam budidaya, pengolahan, dan pemasaran, serta meningkatkan kesadaran petani untuk melakukan perubahan menuju kegiatan yang lebih efisien dan modern.
Lembaga riset dan pengembangan memiliki peran penting dalam memberikan edukasi periodik, menstandarisasi, dan meningkatkan kualitas kopi unggulan. Selain itu, dukungan dari lembaga keuangan dalam penyediaan modal usaha bagi petani melalui kerja sama, kemitraan, atau secara individual juga sangat dibutuhkan.
Penguatan organisasi petani dan asosiasi kopi perlu ditingkatkan untuk memperkuat posisi mereka dalam industri kopi, baik dalam skala nasional maupun ekspor. Keberadaan organisasi yang kuat akan menciptakan lingkungan kerja sama yang lebih baik antar petani dalam berbagi informasi terkait budidaya, peralatan, dan akses pasar, sehingga produksi kopi dapat berjalan lebih efisien. Hal ini meliputi penggunaan bibit yang berkualitas dan peremajaan kopi untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas.
Asosiasi kopi juga harus efektif dalam mengeksplorasi pasar dan perdagangan komoditas kopi secara luas, termasuk dalam meningkatkan permintaan kopi hingga pasar internasional. Terakhir, pemerintah harus aktif dalam menetapkan kebijakan dari hulu ke hilir yang terintegrasi.
Pentingnya memiliki indikator yang dapat diukur untuk memperbaiki suatu hal. Tugas pemerintah adalah membuat indikator tersebut, menetapkan parameter, dan secara konsisten mengawasi implementasinya. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan harus memiliki visi yang jelas dengan target yang terukur, serta timeline yang spesifik untuk mengawasi, mengevaluasi, dan meningkatkan kinerja para pelaku di sektor kopi, dari hulu hingga hilir di Sumatera Selatan. Hal ini penting agar perkembangan kopi Sumatera Selatan dapat berjalan cepat, berkelanjutan, dan berdampak positif. Jika tidak, semua wacana hanya akan menjadi pembicaraan tanpa tindakan nyata.